Pasien adalah seseorang yang datang kepada kita akibat masalah kesehatan yang dialaminya. Sudah menjadi kewajiban kita untuk memberikan pelayanan secara homistik, menghormati pasien sebagai individu yang unik, merupakan kesatuan yang integral dari bio-psiko-sosial dan kultural.
Kondisi sakit bagi pasien dapat menjadi sebuah perubahan hidup yang besar dan berarti. Kerusakan fisik, perubahan figur, kehilangan fungsi tubuh, dan perubahan personal higiene dapat menyebabkan peningkatan kebutuhan, akan menuntut perhatian yang banyak pada kualitas perawatan dimasa ini dan yang akan datang. Hal ini penting dibahas keterkaitannya untuk memfasilitasi adaptasi pasien pada kehidupan barunya dengan kondisi sakitnya, terutama penyakit kronis dan kecacatan. Secara rinci informasi harus dijelaskan secara lisan dan tulisan pada saat sebelum dan setelah diagnosa, yang menjelaskan bagaimana untuk hidup dengan kondisinya, apa yang harus dilakukan, bagaimana mengatur aktifitas diwaktu senggang, diet, penanganan keterbatasan, termasuk bagaimana aktifitas seksual seharusnya dilakukan.
Persson dan Larsson, 2004. menggunakan pendekatan grounded teori dengan metode analisa kualitatif, membangun sebuah model teori kualitas perawatan dari perspektif pasien. Model ini dibangun dengan pemikiran bahwa persepsi pasien tentang apa yang membentuk kualitas perawatan dibentuk oleh pengalaman mereka atas struktur perawatan yang telah ada dan oleh sistem norma, harapan, dan pengalaman mereka sendiri. Dalam model ini, kualitas perawatan dipahami dalam 2 struktur yang jelas dari organisasi perawatan yang intinya hubungan manusia sebanding dengan aspek fisik, administratif dan kualitas lingkungan pelayanan kesehatan. Pandangan pasien mengandung aspek rasional dan aspek kemanusiaan.
Dengan kerangka ini persepsi pasien terhadap kualitas perawatan dapat terkait dengan 4 dimensi: kompetensi teknis medis dari pemberi pelayanan, tingkat orientasi identitas dalam sikap dan tindakan pemberi pelayanan, kondisi teknis fisik dari organisasi pelayanan, atmosfer sosiokultural dari organisasi keperawatan.
Persepsi pasien terhadap kompetensi teknis medis dapat dikaji untuk menunjukan 2 faktor yang mengikuti: Physical caring dan medical care.
Persepsi pasien terhadap kondisi teknis fisik dapat dikaji untuk menunjukan 3 faktor yang mengikuti: kepentingan personal, peralatan perawatan, dan karakteristik ruang perawatan.
Persepsi pasien terhadap pendekatan orientasi identitas dapat dikaji untuk menunjukan 8 faktor yang mengikuti: menjadi personal(penghormatan sebagai individu), perhatian terhadap situasi psikologis, simpati, perhatian terhadap pandangan hidup pasien, partisipasi, penyiapan mental, percaya dan memahami, komitmen.
Persepsi pasien terhadap atmosfer sosiokultural dapat dikaji untuk menunjukan 4 faktor yang mengikuti: lingkungan yang “secluded” tidak diarahkan pada rutinitas, pengobatan positif dari orang yang berarti bagi pasien, pekerjaan yang berarti, atmosfer umum seperti situasi perawatan yang diorganisasikan secara efisien.
Dengan pemahaman terhadap persepsi pasien akan kualitas pelayanan, penyedia jasa tidak akan menempatkan pandangan dalam satu sisi yang dianggap telah mampu memberikan kepuasaan. Disisi lain masih sangat dimungkinkan, apa yang menjadi keyakinan pemberi pelayanan kesehatan ternyata masih belum melihat keunikan dari pasien dan kultur masyarakat disekitarnya. Menjadi institusi yang terbuka dalam menerima kritik, multak diperlukan untuk kualitas pelayanan dan kepuasan pasien.
Mesin Pencari Google
Friday, November 23, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
bos nek ngobrol metu kene wae,
Post a Comment