Mesin Pencari Google

Wednesday, November 21, 2007

PENTINGNYA MEKANISME KOPING ADAPTIF UNTUK PASIEN HIV/AIDS

Jumlah penderita HI/ AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung es, yaitu jumlah penderita dilaporkan jauh lebih kecil dari pada jumlah sebenarnya. Hal ini berarti bahwa jumlah penderita HIV/ AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui secara pasti. Diperkirakan jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada akhir tahun 2003 mencapai 90.000 – 130.000 orang. Sementara Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2004 (Depkes RI, 2006) melaporkan jumlah kumulatif kasus HIV/ AIDS sebanyak 4.605 kasus. Sesuai dengan Sensus tahun 2000 kumulatif kasus AIDS per 100.000 penduduk secara nasional sebesar 0,68. Cara penularan AIDS yang terbesar adalah melalui hubungan heteroseksual yaitu 50,62%, melalui suntikan yang ada kaiannya dengan NAPZA sebesar 26,26% serta melalui hubungan homoseksual sebesar 9,34% (www.depkes.go.id/downloads/profil/kalteng/narasi_profil05/narasi_profil05/BAB%20III_profil.doc).

Situasi yang dihadapi penderita HIV/AIDS sangat kompleks, selain harus menghadapi penyakitnya sendiri, mereka juga menghadapi stigma dan diskriminasi, sehingga mengalami masalah pada fisik, psikis dan sosial sehingga diperlukan intervensi komprehensif (medikamentosa, nutrisi, dukungan sosial maupun psikoterapi/konseling). Penderita HIV/AIDS diarahkan untuk mengembangkan diri dengan transformasi kesadaran agar nantinya dapat mengelola emosinya secara mandiri sehingga dapat melakukan aktivitas seperti layaknya orang sehat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya (Nurlaila Effendy, 2007. Peran Psikologi Transpersonal dalam meningkatkan Kualitas Hidup Penderita HIV/AIDS di Indonesia, www.pdskjijaya.org/abstrak/Free%20Paper%20V.doc, diakses tanggal 25 Oktober 2007).

Infeksi HIV saat ini belum ditemukan pengobatannya, sehingga sangat memungkinkan bagi pasien yang tidak mempunyai koping individu efektif akan mengalami kecemasan dan depresi. Dari 15 orang penderita HIV/AIDS yang di rawat inap, yang tidak depresi ada 2 orang (13,33%), depresi ringan 6 orang (40,00%), depresi sedang 5 orang (33,34%), dan depresi berat 2 orang (13,33%) (Jimmy Ollich, dkk. 2007. Derajat Depresi Penderita HIV/AIDS yang Dirawat Inap di RS Wahidin Sudirohusodo Periode Bulan Mei 2007, www.pdskjijaya.org/abstrak/Free%20Paper%20V.doc, diakses tanggal 25 Oktober 2007).


Kecemasan dapat diartikan sebagai kondisi normal untuk merespon tuntutan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Pada kondisi seimbang, tubuh akan segera beradaptasi menghilangkan kecemasan dan mengembalikan kenyamanan tersebut dengan mekanisme koping yang adaptif.
Roy mengungkapkan bahwa individu sebagai mahluk bio psiko social sebagai suatu kesatuan yang utuh memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Dalam keperawatan Roy memandang manusia yang utuh dan sehat, individu mampu berfungi untuk memenuhi kebutuhan bio psiko social setiap orang menggunakan koping yang positif maupun yang negatif. Untuk mampu beradaptasi tiap individu akan berespon terhadap kebutuhan fisiologis, konsep diri yang positif, mampu memelihara integritas diri, selalu berada pada rentang sehat sakit untuk memelihara proses adaptasi. Roy memandang bahwa kesehatan merupakan keseimbangan dari hasil koping yang efektif.

Roy mengungkapkan bahwa individu sebagai mahluk bio psiko social sebagai suatu kesatuan yang utuh memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Dalam keperawatan Roy memandang manusia yang utuh dan sehat, individu mampu berfungi untuk memenuhi kebutuhan bio psiko social setiap orang menggunakan koping yang positif maupun yang negatif. Untuk mampu beradaptasi tiap individu akan berespon terhadap kebutuhan fisiologis, konsep diri yang positif, mampu memelihara integritas diri, selalu berada pada rentang sehat sakit untuk memelihara proses adaptasi. Roy memandang bahwa kesehatan merupakan keseimbangan dari hasil koping yang efektif.

Stresor secara umum diartikan sebagai tantangan internal maupun eksternal yang tidak terpenuhi dalam diri seseorang. Pada mamalia respon terhadap stres bervariasi dalam mekanisme fisiologi yang ditujukan untuk mengembalikan homeostasis. Respon fisiologi terhadap stres secara primer dilakukan oleh 2 sistem neuroendokrin; 1). Sypmpathetic Nervous System (SNS), 2). Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) aksis. Peningkatan katekolamin jaringan dan plasma menghasilkan peningkatan aktifitas SNS yang diinduksi oleh bervariasi stresor. Aktivasi SNS menghasilkan pelepasan lokal norepinefrin dari saraf simpatis terminal dan dalam sekresi hormon epinefrin dari sel chromaffin medula adrenal. Melalui interaksi oL dan P-adrenegic reseptor, norepinefrin dan epinefrin memperantarai efek adaptasi kardiovaskuler dan metabolik saat kondisi stres. (John F. Sheridan, dkk. 1994)

Aktifitas aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) oleh stres akan menyebabkan penghambatan pada respon imun inflamasi, karena seluruh komponen sistem imun dihambat oleh kortisol. Pada tingkat seluler, terjadi gangguan pada fungsi dan lalu lintas lekosit, penurunan produksi sitokin dan mediator imunitas lainnya. Hambatan tersebut pada organ target terjadi melalui efek antiinflamasi dan imunosupresi sebagai akibat efek hormon glukokortikoid (Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, halaman 84).

Pada pasien HIV stres akan semakin menurunkan sistem kekebalan tubuh yang diperankan terutama oleh sel T helper (Th). Sebaliknya mekanisme koping yang adaptif pada pasien akan meningkatkan kekebalan tubuh dan meningkatkan sistem imunitas sehingga pasien terhindar dari infeksi oportunistik. Demikian besar dampak mekanisme koping adaptif untuk kualitas hidup pada pasien HIV reaktif maka diperlukan pertukaran informasi secara mendetail dan menyeluruh antar sesama pasien HIV.

No comments: